Minggu, 21 Februari 2016

Dear, Amang.

Hari ini, ketika kemarin namamu selalu sebut, ketika namamu selalu terdengar, dan ketika hati dan pikiran berhenti memikirkan hal lain selain dirimu, aku hanya mampu mendengar suaramu lewat deretan lagu yang pernah kau nyanyikan, lewat voice note yang pernah kamu kirim, dan aku hanya mampu melihat melihat senyummu di balik layar ponselku, aku mencari bingkai yang terdapat wajahmu di sana, aku melihatmu seolah kaupun melihatku, kau tersenyum di balik bingkai itu seolah hanya tersenyum padaku. Namun,
itu semuapun tak cukup sekedar untuk meluluhkan amarah yang kembali memuncak saat aku tak mikirkanmu namun keadaan sekitar yang memaksaku untuk mengingatmu.
Selanjutnya, hanya rindu yang menggebu, keinginan besar untuk bertemupun tidak bisa aku ingkari, aku ingin bertemu denganmu, kucoba untuk menghubungimu, namun mengirim pesan singkat saja aku gak sanggup, aku takut kembali mengingatnya, mengingat apa yang terjadi saat terakhir kita bertemu, kita bahagia sekaligus merasakan sedih yang luar biasa, setiap kali kita ketemu pasti esok atau lusa kita berpisah kembali.
Aku tidak ingin bertemu untuk berpisah kembali, kurasa sudah cukup hal itu terjadi, karena kenyataannya kita hanya melukai diri kita sendiri sementara saat kita berbahagia karena telah menghabiskan waktu bersamapun itu hanya kebahagiaan sesaat saja yang kita alami.
Aku urungkan niatku untuk bisa bertemu denganmu, akan kucoba meredam rindu lewat gelang pemberian darimu yang kuputar satu persatu saat aku berdoa.
Karena jika Tuhan yang mengirimkan aku perasaan rindu padamu yang bahkan tidak bisa aku bendung, Tuhan pula yang akan meredamnya, sebesar apapun perasaan itu untukku.

Nita Kamelia
Minggu, 21 Februari 2016